Selasa, 22 Maret 2016

Sifat Khas Besi


Beberapa waktu lalu sempat ramai dibicarakan mengenai para pasukan sapu bersih yang  membersihkan jalanan Ibukota Jakarta dari ranjau paku. Meskipun pekerjaan mereka telah menyelamatkan ribuan pengguna jalan, namun tetap saja beberapa pihak ada yang mengkritik dengan alasan pekerjan mereka membuat kemacetan bertambah parah.  Untuk memudahkan pekerjaan, mereka biasanya menggunakan magnet untuk mengambil paku yang berserakan dijalanan. Tentu saja, cara inilah yang paling efektif digunakan daripada mengambil paku satu persatu di jalan. Hanya saja, bagaimana ceritanya magnet tersebut dengan sukarela menarik paku-paku besi yang berserakan di jalanan?

Sebenarnya, magnet hanya tertarik pada sesama magnet. Itupun hanya kutub magnet yang berlawanan saja yang bisa saling tarik-menarik. Hampir mirip dengan muatan listrik ; muatan positif hanya tertarik dengan muatan negatif, begitu juga sebaliknya. Namun pada magnet, kita biasa menyebut pihak yang berlawanan tersebut sebagai kutub utara dan kutub selatan, alih-alih “positif” dan “negatif”.

Besi itu sendiri ternyata mengandung miliaran magnet yang sangat kecil, karena elektron yang ada pada besi dengan setia berputar mengitari inti atom layaknya bumi yang mengorbit matahari. Gerakan berputar ini membuat muatan-muatan listrik berperilaku seperti magnet. Hanya saja, kebanyakan eletron pada besi tersusun sedemikian rupa, sehingga mereka berputar sambil berpasang-pasangan dan saling meniadakan kemagnetan yang dimiliki pasangannya.

Tapi, masih ada empat elektron pada besi yang tidak berpasangan, dan karena tidak berpasangan berarti ada efek kemagnetan yang masih dimiliki tiap atom besi. Puluhan unsur lainnya, misal aluminium, tembaga, juga memiliki elektron-elektrin tidak berpasangan sehingga mereka juga memiliki sifat magnet.

Kemagnetan yang berasal dari elektron-eletron tidak berpasangan (biasa disebut paramagnetisme) memang sangat lemah. Kekuatannya hanya sepersejuta kekuatan kemagnetan yang biasa kita lihat. Akan tetapi kita masih bisa mengamati efek yang dihasilkan asalkan cukup cermat dalam memperhatikannya.

Yang membuat kemagnetan pada besi ( biasa disebut feromagnetisme) jauh lebih kuat adalah karena pada sepotong besi, atom-atomnya tidak selalu mengambil arah acak, sama seperti setumpuk kompas dalam gudang magnet. Ketika sebuah magnet ditempelkan pada sepotong besi, atom-atom besi akan berbaris, masing-masing mengarahkan kutub utara ke arah yang sama dan kutub selatan mereka ke arah yang berlawanan.

Selain itu, dengan ukuran yang serba sama, atom-atom besi akan tetap berada dalam tatanan berbaris seperti itu. Hal ini akan menghasilkan efek kemagnetan tambahan  yang sangat kuat, jutaan kali lebih kuat daripada kemagnetan yang dimiliki tiap atomnya. Hasilnya adalah sepotong besi yang telah dimagnetkan. Besi itu sendiri juga telah berubah menjadi sebuah magnet yang mampu menarik potongan besi lain.


Selain besi, masih ada dua logam lain yang termasuk dalam jenis feromagnetisme, yaitu kobalt dan nikel. Kedua logam tersebut juga memiliki atom-atom yang tepat sama dan dapat berbaris rapi seperti atom besi. Tapi bagaimanapun juga, besi tetap jadi yang terkuat.

Memanen Energi dari Uranium


Batu bara biasanya dibakar untuk menghasilkan panas yang digunakan sebagai sumber energi pada kereta uap ataupun PLTU. Begitu juga dengan bensin dan solar, yang dibakar di ruang pembakaran mesin sehingga energinya dapat digunakan untuk menggerakan mesin. Namun bagaimana caranya kita memanfaatkan energi yang ada pada uranium, yang katanya mampu menghasilkan energi jutaan kali lebih hebat dibandingkan batu bara maupun bensin dan solar? Apakah dengan membakarnya?

Tentu saja tidak. Sesuatu yang berperan sebagai sumber energi memang biasanya disebut sebagai bahan bakar, seperti batu bara, bensin dan solar. Kebetulan saja, istilah ini sangat cocok bagi mereka, mengingat cara mereka menghasilkan energi adalah dengan membakarnya, yaitu mereaksikan bahan bakar tersebut dengan udara kemudian memanfaatkan energi panas yang dihasilkan. Uranium juga disebut sebagai bahan bakar, tepatnya bahan bakar nuklir. Hanya saja, untuk memanfaatkan energi yang dia miliki bukan dengan cara membakar dalam istilah konvensional, akan tetapi dengan membuat atom-atom uranium mengalami pengurangan energi.

Yang membuat batu bara, bensin, solar, uranium, dan sebagainya  digunakan sebagai bahan bakar adalah karena mereka mengandung energi. Sebenarnya, semua zat, bahkan yang tidak termasuk dalam kelompok bahan bakar juga mengandung energi dalam jumlah tertentu. Kandungan energi itu berkaitan dengan tatanan unik tiap-tiap atom penyusun zat dan bagaimana mereka berikatan satu sama lain. Jika ikatan antar atom cukup kuat, maka mereka cenderung mempertahankan hubungan mereka. Dengan kata lain, energi yang mereka miliki rendah. Namun jika ikatan antar atom cukup lemah, mereka cenderung untuk berubah, atau bisa dikatakan mereka memiliki energi potensial.

Kita ambil contoh senyawa nitrogliserin. Atom-atom dalam nitrogliserin berikatan hanya sekedar formalitas. Nitrogliserin adalah zat yang sangat tidak stabil. Sedikit saja guncangan mekanis dapat membuatnya dengan cepat menata ulang atom-atomnya kedalam formasi yang lebih stabil, dengan tingkat energi yang lebih rendah. Sebagian besar energi yang ia miliki harus rela dilepaskan dalam bentuk ledakan hebat agar bisa mencapai tingkat energi yang stabil.

Jika kita mengetahui cara untuk menata ulang atom-atom kedalam formasi energi yang lebih rendah, energi yang hilang pasti mengambil bentuk tertentu, misalnya panas. Pada saat kita membakar batubara, bensin, maupun solar, kita memberi kesempatan mereka untuk menata ulang atom-atomnya bersama atom-atom oksigen di udara membentuk kombinasi-kombinasi berenergi rendah, yaitu karbondioksida dan air. kemudian kita bisa mengumpulkan energi yang dibebaskan dalam bentuk panas. Alasan mengapa kita belum bisa mengambil energi dari tanah dan batu adalah karena hingga saat ini kita belum menemukan cara agar tanah dan batu menata ulang atom-atom mereka kedalam bentuk dengan tingkat  energi yang lebih rendah.

Agar mendapat status dengan tingkat energi yang lebih rendah, batubara, bensin, solar, dan bahan bakar lain yang biasa kita pakai, membutuhkan pasokan oksigen agar proses tersebut dapat berlangsung. Berbeda dengan uranium, atom-atom uranium tidak memerlukan bantuan macam itu. Dia hanya perlu membelah dirinya menjadi dua atom yang lebih kecil. Dua atom kecil yang dihasilkan kebetulan lebih stabil, dan memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan dengan atom-atom uranium semula. Energi yang dilepaskan biasa disebut energi fisi nuklir, jutaan kali lebih besar dari energi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar jenis apapun. Pada hakikatnya, hanya nukleus uranium yang mengalami pembelahan, bagian-bagian atom yang lain (misal elektron-elektron) tidak mengalami perubahan.

Namun tidak semua atom dapat memecah nuklei mereka untuk membebaskan energi. Hanya atom-atom yang sangat berat, misal uranium, yang memiliki kerentanan untuk membelah. Bahkan untuk memperhebat proses pembelahan, para ilmuan biasa menembaki atom-atom berat dengan neutron, partikel penyusun atom yang cukup berat tapi tak bermuatan. Karena mendapat tambahan beban neutron, atom-atom berat tersebut akhirnya rela membagi dirinya menjadi dua atom yang lebih kecil sambil melepaskan kelebihan energi yang ia miliki. 

Sumber :
http://nachaactigo.blogspot.co.id/2009/07/bagaimana-atom-atom-gemuk-dapat.html



Jumat, 18 Maret 2016

Sifat Penurut Gelombang Laut


Berekreasi ke pantai merupakan salah satu kegiatan yang paling tepat untuk mengisi waktu liburan. Sambil duduk di pantai, menikmati segarnya es kelapa muda, hembusan angin laut yang menyegarkan badan, serta indahnya deburan gelombang air laut mampu melepas segala kejenuhan selama bekerja ataupun belajar. Sungguh luar biasa dunia ciptaan Yang Maha Kuasa ini.

Energi dan Entropi : Agen Perubahan yang Sesungguhnya


Di alam semesta yang indah ini, hampir tidak ada sesuatu yang tetap. Segala sesuatu terus-menerus berubah, entah kita sadari ataupun tidak. Misalkan, dari tubuh kita yang mulanya kecil tak berdaya, kemudian tumbuh menjadi sebesar dan sekuat saat ini ; sampah yang kita bakar sesaat kemudian berubah menjadi abu ; mengalirnya air dari tempat tinggi ke tempat rendah ; mengalirnya panas dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah ; dan masih banyak lagi. Kebanyakan proses yang berlangsung secara alami tersebut cenderung berubah hanya ke satu arah, misalkan sampah yang terbakar pasti menjadi abu, namun mustahil abu bisa kembali lagi menjadi sampah secara spontan. Sebenarnya, apa yang membuat sesuatu di dunia ini dapat terjadi dan apa yang membuatnya menjadi tidak mungkin terjadi?

Rabu, 09 Maret 2016

Asal-usul Bau Amis Ikan


Setiap kali saya melewati pedagang ikan di pasar, hampir selalu tercium bau amis dari ikan-ikan tersebut. Yah, namanya juga ikan pasti amis. Para pedagang serta pembeli ikan juga tak menghiraukan bau amis tersebut yang  cukup mengganggu bagi saya. Yang terpenting, pedagang bisa mendapat untung dari hasil penjualan ikan, dan pembeli bisa mendapatkan bahan makanan yang bernutrisi tinggi.

Tapi, sebenarnya ikan tak perlu berbau amis, dengan catatan ikan tersebut memang betul-betul segar. Ketika baru saja diangkat dari laut, ikan, kerang, udang dan mahluk laut lainnya tidaklah mengeluarkan bau. Pada saat bahan makanan laut ini mulai mengurai, barulah tercium aroma amis merebak kemana-mana. Daging ikan memang mengurai jauh lebih cepat daripada jenis daging lainnya.

Daging ikan tersusun atas protein yang berbeda dari daging sapi dan ayam. Daging ikan mengandung enzim-enzim dan bakteri yang membuatnya cepat terurai. Dengan kata lain, daging ikan membusuk  lebih cepat. Ketika daging ikan terurai, asam-asam amino (komponen dasar penyusun protein) dalam ikan terurai menjadi amonia, berbagai senyawa belerang, serta bahan kimia bernama amina. Bahan-bahan kimia tersebut yang membuat ikan berbau amis.

Meskipun demikian, ikan yang berbau amis masih tetap aman dikonsumsi. Bau tersebut sudah muncul jauh sebelum ikan menjadi tidak layak konsumsi, artinya sedikit bau amis hanya menunjukan jika ikan tersebut tidak sesegar ketika baru diambil dari laut.

Untuk menghilangkan bau amis ikan, biasanya kita menggunakan irisan jeruk nipis atau cuka. Amina dan amonia, biang keladi bau amis ikan, adalah basa yang dapat dinetralkan oleh asam yang terdapat pada irisan jeruk atau cuka. Jadi, jika kebetulan kita membeli ikan dengan bau yang aduhai, jangan lupa cuci menggunakan air cuka atau beri air perasan jeruk nipis.

Sebab lain mengapa daging ikan lebih cepat membusuk adalah karena di alam bebas, ikan terbiasa memakan ikan-ikan lain yang ukuranya lebih kecil, sehingga ikan-ikan tersebut juga dilengkapi dengan enzim-enzim yang sangat efektif untuk mencerna daging ikan. Enzim-enzim tersebut dapat keluar dari usus ikan akibat penanganan yang kasar setelah ikan ditangkap, hingga akhirnya enzim tersebut mencerna daging ikan itu sendiri. Oleh sebab itulah, daging ikan yang telah dibersihkan isi perutnya lebih tahan lama dibandingkan ikan yang masih utuh.

Berbeda dengan daging hewan daratan, daging ikan mengandung bakteri yang bekerja lebih giat pada suhu hangat di daratan. Ini disebabkan karena bakteri tersebut didesain untuk tinggal di lautan yang dingin, sehingga saat diangkat ke darat bakteri tersebut dengan cepat menguraikan daging ikan. Untuk menghentikan kerja bakteri tersebut, kita harus mendinginkan ikan lebih cepat dari pada mendinginkan daging hewan berdarah panas. Itulah sebabnya mengapa nelayan selalu membawa bongkahan es ketika pergi melaut. Selain untuk menjaga suhu ikan agar tetap dingin, es juga berguna mencegah agar ikan tidak kering.

Selain itu, kebanyakan daging ikan mengandung lemak tidak jenuh lebih banyak dari pada daging hewan darat. Oleh karena itu, daging ikan menjadi pilihan bahan makanan terbaik bagi kalangan yang mendambakan makanan rendah kolestrol. Hanya saja, lemak tidak jenuh lekas menjadi tengik (karena mengalami oksidasi) dibandingkan lemak jenuh pada daging lainnya, misalnya daging sapi. Oksidasi pada lemak mengubah mereka menjadi asam organik yang berbau tidak sedap, yang pada akhirnya membuat bau ikan menjadi tidak sedap.


Referensi :
http://belajar-sampai-mati.blogspot.co.id/2012/02/mengapa-ikan-berbau-amis.html
http://www.kumpulanmisteri.com/2015/10/4-penyebab-ilmiah-mengapa-ikan-berbau.html

Supaya Soda tetap "Menyengat" Lidah


Ketika ada event-event tertentu bersama keluarga, seringkali saya membeli soda dalam botol kemasan 1,5 liter. Bunyi desis soda langsung terdengar dengan jelas saat botol pertama kali dibuka. Rasanya pun luar biasa, segar, dan ada perasaan seperti “menyengat” lidah. Namun setelah beberapa kali dituang, rasanya hampir sama dengan sirup biasa, tidak ada kesan tersengat. Bunyi desis soda pun kian samar. Sebenarnya, bagaimanakah caranya agar soda tersebut tetap berdesis dan terasa menyengat lidah?

Aktor utama penyebab soda tetap berdesis dan menyengat lidah adalah karbon dioksida. Tujuan kita adalah mengusahakan agar karbon dioksida minuman dalam botol sebanyak mungkin. Mengusahakan agar tutup botol tetap rapat merupakan cara yang paling utama, namun tetap saja cara itu tak banyak membantu.

Soda berdesis ketika karbon dioksida yang terlarut keluar dari cairan dalam bentuk gelembung-gelembung gas. Di pabrik pembuatan soda, karbon dioksida dipaksa agar masuk ke dalam kemasan jauh melebihi jumlah karbon dioksida yang dapat larut dalam kondisi atmosfer normal. Sehingga, saat botol dibuka, gas tersebut begitu berhasrat untuk keluar mencari kebebasan. Sebagian besar gas itu keluar, dan tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menahannya. Sekarang, yang bisa kita lakukan hanyalah mempertahankan gas tersebut selama mungkin dalam cairan.

Ada tiga hal yang menentukan berapa banyak suatu gas dapat tetap terlarut dalam sebuah zat cair, diantaranya yaitu reaksi kimia gas, tekanan gas, serta temperatur gas.

Pertama, reaksi gas tersebut. Pada umumnya, gas-gas yang dapat bereaksi secara kimia dengan air lebih mudah larut daripada gas-gas yang susah bereaksi. Karbon dioksida adalah salah satu gas yang mudah bereaksi dengan air. Ketika larut dalam air, karbondioksida akan membentuk asam karbonat, yang membuat rasa tajam yang khas pada soda, bir, dan anggur soda. Berbeda dengan karbon dioksida, udara bebas (kita anggap campuran nitrogen dan oksigen) tidak bereaksi dengan air. Akibatnya, karbon dioksida dalam suhu kamar memiliki tingkat kelarutan dalam air lima puluh kali lebih tinggi dibanding nitrogen, dan dua puluh lima kali lebih tinggi dari oksigen.

Yang kedua adalah tekanan gas. Semakin tinggi tekanan di atas permukaan zat cair, maka semakin banyak gas yang terlarut dalam zat cair tersebut. Ini karena pada tekanan yang lebih tinggi, molekul gas per satuan volume di ruang di atas cairan semakin banyak, akibatnya lebih banyak molekul-molekul gas tersebut yang terdesak dan terpaksa menyelam kedalam cairan.

Dan yang ketiga yaitu temperatur. Semakin tinggi temperatur, semakin sedikit gas yang terlarut. Mungkin terdengar aneh, karena berdasarkan pengalaman sehari-hari, beberapa zat justru lebih mudah larut dalam air yang panas, misalnya gula dan garam. Namun kenyataanya, sifat tiap-tiap zat berbeda : ada yang butuh panas untuk bisa larut dalam air, tapi ada juga yang harus melepas panas agar bisa larut. Dalam hal ini, ketika larut dalam air, gas harus melepaskan panas yang mereka miliki. Artinya gas akan lebih mudah larut dalam lingkungan dingin yang mampu menyerap panas, misalnya air dingin, sebaliknya mereka enggan larut dalam lingkungan yang panas, misalnya air panas.

Jadi, yang perlu kita lakukan untuk menjaga karbon dioksida yang terlarut sebanyak mungkin adalah dengan menjaga agar tekanan gas tersebut tetap tinggi dan temperaturnya serendah mungkin. Usahakan agar botol tertutup rapat ketika berada diluar lemari pendingin, karena akibat temperatur yang lebih tinggi mengakibatkan lebih banyak karbon dioksida yang lolos dari cairan. Tuang secukupnya yang kita butuhkan, tutup kembali botolnya, dan langsung kembalikan ke dalam lemari pendingin. Selain itu, jangan pernah mengocok botol minuman soda, karena hal itu akan membuat semakin banyak gas yang keluar.


Dan sekali lagi, kita tidak dapat mencegah karbon dioksida yang keluar dari botol. Yang dapat kita lakukan hanyalah memperlambat pelarian karbondioksida agar minuman kita terasa nikmat untuk beberapa waktu kedepan.  

Referensi :
http://rumah-dagip.blogspot.co.id/2012/07/supaya-minuman-soda-tetap-berdesis.html
http://www.peluangproperti.com/lifestyle/pindah-dan-penyimpanan/2014-07/2926/cara-menyimpan-minuman-bersoda

Sabtu, 05 Maret 2016

Permen Aluminium Berbalut Garam


Saya tahu, gulali / permen gula itu dibuat dari campuran gula pasir dan air yang dipanaskan hingga gulanya meleleh. Bahkan ketika masih kecil, saya sering membuatnya langsung dengan cara memanaskan gula tanpa air sedikitpun, meskipun hasilnya sedikit gosong. Yang belum pernah saya pikirkan adalah membuat gulali dari garam. Karena dari garam, mungkin lebih tepat disebut garamli, permen garam, atau terserah lah mau disebut apa, walaupun mungkin tidak akan ada orang yang mau makan gulali dari garam. Yang terpenting, sebenarnya bisakah  garam kita lelehkan alih-alih melelehkan gula?

Tentu saja bisa. Semua benda padat akan meleleh pada suhu yang cukup tinggi. Lagi pula, magma yang ada di perut bumi sebenarnya batuan yang meleleh kan? Hanya saja, jika kita ingin melelehkan garam, yang harus kita lakukan adalah memanaskan mereka hingga suhu 801 derajat celcius. Masalahnya, wajan aluminium yang kita gunakan saja meleleh pada suhu 660,3 derajat celsius, jadi yang akan kita peroleh adalah permen wajan aluminium berbalut garam. Selamat!

Di kehidupan sehari-hari, kita melihat bahwa gula lebih mudah dilelehkan karena titik leleh gula jauh lebih rendah dari titik leleh garam. Gula meleleh pada suhu 185 derajat celcius. Gula dan garam sudah seperti dua sahabat yang saling melengkapi satu sama lain di meja dapur, namun mengapa sifat mereka jauh berbeda? Meskipun sama-sama senyawa kimia yang tampak serupa, sesungguhnya  kedua zat tersebut berasal dari kelompok yang sangat berbeda.

Di jagat raya ini, jumlah senyawa kimia sangatlah melimpah. Berdasarkan komponen penyusun terbesarnya, para ahli kimia membaginya menjadi dua kelompok besar, yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik.

Senyawa organik adalah senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon, kecuali karbonat, karbida, dan oksida karbon. Senyawa ini banyak dijumpai pada tubuh makhluk hidup (hewan, tumbuhan, manusia) serta mantan makhluk hidup, misal minyak bumi dan batu bara.

Sementara itu, ada juga senyawa anorganik. Ya, sesuai namanya tentu senyawa anorganik adalah senyawa yang bukan organik. Senyawa ini pada umumnya menyusun material / benda tak hidup. Kebanyakan makanan, obat-obatan, serta bahan kimia yang ada dalam tubuh makhluk hidup (termasuk gula) adalah senyawa organik, sedangkan semua batuan dan mineral (contohnya garam) adalah senyawa anorganik.

Salah satu perbedaan sifat yang paling mencolok antara kedua senyawa tersebut adalah dalam hal kekuatan ikatan antar molekulnya. Senyawa anorganik biasanya tersusun atas ion-ion : terdiri atas zat dengan muatan listrik yang berlawanan, yang merupakan jenis ikatan kimia yang paling kuat, sulit diuraikan. Sementara senyawa organik cenderung terdiri dari zat yang muatan listriknya sama / netral, sehingga ikatan antar molekulnya jauh lebih mudah dipisahkan.

Sebenarnya apa yang terjadi ketika suatu zat meleleh? Ketika zat mendapat panas,gerakan  molekul penyusunnya akan semakin beringas, sama beringasnya seperti lebah yang kita usik sarangnya. Ketika gerakanya makin cepat, lama-kelamaan ikatan antar molekul semakin lemah. Ketika suhu sudah mencapai titik tertentu,  masing-masing molekul akan rela melepaskan pegangan tangan antar sesamanya agar bisa bergerak lebih bebas lagi. Saat itulah zat padat berubah menjadi zat cair. Karena ikatan antar senyawa organik yang lebih lemah membuat senyawa organik jauh lebih mudah dilelehkan daripada senyawa anorganik.

Gula, dalam hal ini tersusun atas senyawa organik, yang memiliki komponen penyusun dengan muatan serba sama, sehingga cukup mudah dilelehkan. Sedangkan garam, tersusun atas ion-ion natrium dan klorida, yang mampu berpegangan satu sama lain dengan sangat kuat, sehingga sulit untuk melelehkannya. Meskipun demikian, kita masih bisa membuat permen dari lelehan garam, tentu saja dengan menggunakan wadah super yang tahan panas sangat tinggi serta energi panas yang sangat banyak.